(Habib Noval bin Muhammad Alaydrus)
Tawassul
dengan orang lain artinya wasilah (perantara) yang kita sebutkan di dalam do’a
yang kita panjatkan bukanlah amal kita, tetapi nama seseorang. Contohnya adalah
do’a berikut, “Ya Allah berkat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa
sallam.........” “Ya Allah berkat Imam Syafi’i........” “Ya Allah berkat para
Rasul, dan Wali-Mu.....”
Saudaraku
perlu diketahui, bahwa seseorang yang bertawassul dengan orang lain sebenarnya
ia sedang bertawassul dengan amal shalehnya sendiri. Ketika seseorang
bertawassul dengan orang lain, pada saat itu ia berprasangka baik kepadanya
(orang lain tersebut) dan meyakini bahwa orang tersebut seseorang saleh yang
mencintai Allah subhanahu wa taala, dan dicintai Allah subhanahu wa taala. Ia menjadikan
orang tersebut sebagai wasilah karena ia mencintainya. Dengan demikian
sebenarnya ia sedang bertawassul dengan cintanya kepada orang tersebut. Ketika seseorang
mengucapkan “Ya Allah, berkat kebesaran Rasul-Mu Muhammad shallallahu ‘alaihi
wa sallam....” berarti ia sedang bertawassul dengan cintanya kepada Nabi
Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ada juga yang berkata “Ya Allah, berkat
Imam Syafi’i...” berati ia bertawassul dengan cintanya kepada Imam Syafi’i. Kita
semua tahu, bahwa cinta kepada Allah subhanahu wa taala, cinta kepada
Rasul-Nya, dan cinta kepada orang-orang saleh merupakan amal yang sangat mulia.
Ingatkah anda akan cerita seorang Badwi yang datang menemui Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam menanyakan perihal kiamat.? Dalam shahih Bukhari
diceritakan bahwa seorang Badwi datang menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam, dan berkata “Ya Rasulallah, kapan kiamat tiba?”
“Apa
yang kamu persiapkan menghadapinya?” Jawab Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam.
“Aku
tidak mempersiapkan apa-apa, hanya saja aku mencintai Allah, dan Rasul-Nya.”
Jawab Badwi tersebut.
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إنك
مع من أحببت
“Sesungguhnya engkau akan bersama dengan yang
engkau cintai.” (HR. Bukhari, Muslim, Tirmidzi, dan Ahmad)
Ketika
seseorang mengucapkan, “Ya Allah, berkat Imam Syafi’i...” sebenarnya ia berkata
“Ya Allah, sesungguhnya aku mencintai Imam Syafi’i, seseorang yang sangat
mencintai-Mu dan giat beribadah kepada-Mu.Ya Allah, aku yakin pula bahwa Engkau
mencintai, dan meridhainya. Ya Allah, berkat cinta dan prasangka baikku ini,
wujudkanlah segala keinginan baikku ini....” Inilah keyakinan dan suasana hati
setiap orang yang bertawassul dengan orang lain, meskipun kalimat di atas tidak
mereka ucapkan.
Dengan
demikian, setiap orang yang bertawassul dengan orang lain, berarti ia sedang
bertawassul dengan amal salehnya sendiri, yaitu cinta. Sehingga tidak ada
bedanya jika orang yang ia jadikan sebagai wasilah (perantara) tersebut masih
hidup atau sudah meninggal dunia. Sebab, kematian tidak dapat membatasi cinta
seseorang. Cinta kita kepada para Rasul dan kaum Sholihin tidak hanya ketika
mereka hidup.
Disamping
itu, tawassul dengan orang lain – baik yang masih hidup maupun yang telah
meninggal dunia telah dicontohkan oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa
sallam, para sahabat, dan kaum Sholihin. (insya Allah akan dituliskan pada
postingan yang akan datang).
Selanjutnya,
“tawassul Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan orang-orang yang
berdo’a”
Sumber:
Buku Mana Dalilnya 1, karya al-Habib Noval bin Muhammad Alaydrus, Taman Ilmu;
Solo, 2008 hal. 116-118