Jumat, 13 September 2013

Tawassul dengan orang lain.



(Habib Noval bin Muhammad Alaydrus)

Tawassul dengan orang lain artinya wasilah (perantara) yang kita sebutkan di dalam do’a yang kita panjatkan bukanlah amal kita, tetapi nama seseorang. Contohnya adalah do’a berikut, “Ya Allah berkat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.........” “Ya Allah berkat Imam Syafi’i........” “Ya Allah berkat para Rasul, dan Wali-Mu.....”

Saudaraku perlu diketahui, bahwa seseorang yang bertawassul dengan orang lain sebenarnya ia sedang bertawassul dengan amal shalehnya sendiri. Ketika seseorang bertawassul dengan orang lain, pada saat itu ia berprasangka baik kepadanya (orang lain tersebut) dan meyakini bahwa orang tersebut seseorang saleh yang mencintai Allah subhanahu wa taala, dan dicintai Allah subhanahu wa taala. Ia menjadikan orang tersebut sebagai wasilah karena ia mencintainya. Dengan demikian sebenarnya ia sedang bertawassul dengan cintanya kepada orang tersebut. Ketika seseorang mengucapkan “Ya Allah, berkat kebesaran Rasul-Mu Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam....” berarti ia sedang bertawassul dengan cintanya kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ada juga yang berkata “Ya Allah, berkat Imam Syafi’i...” berati ia bertawassul dengan cintanya kepada Imam Syafi’i. Kita semua tahu, bahwa cinta kepada Allah subhanahu wa taala, cinta kepada Rasul-Nya, dan cinta kepada orang-orang saleh merupakan amal yang sangat mulia. Ingatkah anda akan cerita seorang Badwi yang datang menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menanyakan perihal kiamat.? Dalam shahih Bukhari diceritakan bahwa seorang Badwi datang menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan berkata “Ya Rasulallah, kapan kiamat tiba?”

“Apa yang kamu persiapkan menghadapinya?” Jawab Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Aku tidak mempersiapkan apa-apa, hanya saja aku mencintai Allah, dan Rasul-Nya.” Jawab Badwi tersebut.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إنك مع من أحببت
“Sesungguhnya engkau akan bersama dengan yang engkau cintai.” (HR. Bukhari, Muslim, Tirmidzi, dan Ahmad)

Ketika seseorang mengucapkan, “Ya Allah, berkat Imam Syafi’i...” sebenarnya ia berkata “Ya Allah, sesungguhnya aku mencintai Imam Syafi’i, seseorang yang sangat mencintai-Mu dan giat beribadah kepada-Mu.Ya Allah, aku yakin pula bahwa Engkau mencintai, dan meridhainya. Ya Allah, berkat cinta dan prasangka baikku ini, wujudkanlah segala keinginan baikku ini....” Inilah keyakinan dan suasana hati setiap orang yang bertawassul dengan orang lain, meskipun kalimat di atas tidak mereka ucapkan.

Dengan demikian, setiap orang yang bertawassul dengan orang lain, berarti ia sedang bertawassul dengan amal salehnya sendiri, yaitu cinta. Sehingga tidak ada bedanya jika orang yang ia jadikan sebagai wasilah (perantara) tersebut masih hidup atau sudah meninggal dunia. Sebab, kematian tidak dapat membatasi cinta seseorang. Cinta kita kepada para Rasul dan kaum Sholihin tidak hanya ketika mereka hidup.

Disamping itu, tawassul dengan orang lain – baik yang masih hidup maupun yang telah meninggal dunia telah dicontohkan oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, para sahabat, dan kaum Sholihin. (insya Allah akan dituliskan pada postingan yang akan datang).

Selanjutnya, “tawassul Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan orang-orang yang berdo’a”

Sumber: Buku Mana Dalilnya 1, karya al-Habib Noval bin Muhammad Alaydrus, Taman Ilmu; Solo, 2008 hal. 116-118