Kamis, 26 September 2013

Istighatasah (memohon pertolongan) dengan yang hidup

ustadzuna al-Habib Noval bin Muhammad Alaydrus (Solo)




Pertama, dalam shahih Bukhari diceritakan pada hari Jum’at, ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berdiri menyampaikan khutbah, tiba-tiba datang seorang lelaki lewat pintu mesjid yang menghadap ke Mimbar. Ia tepat berdiri di hadapan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan berkata, “Duhai Rasulullah, hewan-hewan, ternak-ternak telah binasa, dan jalan-jalan terputus. Berdo’alah kepada Allah agar IA menurunkan hujan kepada kita semua.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengangkat kedua tangan beliau dan berdo’a, “Ya Allah berilah kami hujan.” Do’a Rasulpun terkabul, hujan turun selama seminggu sehingga lelaki tersebut datang kembali dan meminta Rasul untuk berdo’a agar hujan berhenti.

Saudaraku, bukankah Allah subhanahu wa taala Maha Mendengar, dan Maha Mengabulkan do’a setiap Muslim yang memohon kepada-Nya. Lalu mengapa lelaki tersebut tidak berdo’a sendiri? Dan mengapa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak berkata, “Mintalah kepada Allah secara langsung, tidak perlu meminta pertolonganku.” Sebab lelaki tersebut menyadari dirinya yang penuh kekurangan. Ia sadar bahwa dirinya belum memenuhi semua syarat terkabulnya do’a. Ia pun mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan meminta beliau shallallahu alaihi wa sallam untu mendo’akannya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak menolak permohonannya, sebab,  sudah menjadi tanggung jawab setiap Muslim, terutama pemimpinnya untuk menolong saudaranya sesama Muslim dengan segenap kemampuan yang diberikan oleh Allah subhanahu wa taala kepadanya. Inilah yang disebut dengan istighatsah.


Kedua, imam Bukhari dan ahli hadis lainnya meriwayatkan bahwa sayidina Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu pernah mengeluhkan daya ingatnya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau datang menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan berkata, “Duhai Rasulullah, aku banyak mendengar darimu, akan tetapi aku tidak mampu mengingatnya. Aku ingin mengingatnya dan tidak melupakan apa yang aku dengar darimu.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian berkata kepadanya, “Bentangkanlah selendamu.” Sayyidina Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu segera membentangkan selendang beliau sesuai perintah Rasul shallallahu alaihi wa sallam. Setelah itu tampak Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengambil sesuatu dari udara dengan kedua tangan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam dan melemparkannya ke dalam selendang itu seraya berkata, “peluklah selendang itu. Setelah memeluk selendang itu, sayidina Abu Hurairah tidak pernah lagi melupakan Hadis yang beliau dengar dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Lihatlah dalam Hadis di atas jelas disebutkan bahwa  sayidina Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu meminta Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam untuk memperkuat daya ingat beliau. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak menentangnya dan tidak menuduhnya telah berbuat syirik. Mengapa demikian? Sebab, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengetahui bahwa setiap Muslim yang meminta sesuatu kepada seseorang yang memiliki kedudukan di sisi Allah tidak pernah memintanya(meminta orang yang dekat dengan Allah subhanahu wa taala)  untuk menciptakan sesuatu tersebut. Ia hanya meminta (orang yang dekat dengan Allah subhanahu wa taala ) untuk berdo’a kepada Allah, selebihnya ia (orang yang meminta pertolongan) berserah diri dengan keputusan dan ketentuan Allah. Ia yakin bahwa orang yang ia mintai pertolongan tersebut tidak bisa berbuat apa-apa. Allah lah yang Maha Kuasa.

Ketiga, dalam al-Mu’jamul Kabir imam Thabrani meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
 إذا أضل أحدكم شيئا أو أراد أحدكم عونا وهو بأرض ليس بها أنيس فليقل يا عباد الله أعينوني يا عباد الله أعينوني  فإن لله عبادا لا نراهم
Jika salah seorang di antara kalian menghilangkan sesuatu, atau menginginkan pertolongan, sedangkan ia berada di tempat yang tidak ada teman di sana, maka hendaknya dia mengucapkan, ‘Wahai hamba-hamba Allah tolonglah aku. Wahai hamba-hamba Allah, tolonglah aku.’ Sesungguhnya Allah memiliki beberapa hamba yang tidak kita lihat.” (HR: Thabrani).

Dalam tiga Hadis di atas dengan jelas dinyatakan bahwa kita boleh meminta tolong kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam maupun hamba Allah lainnya. Karena itu, jika seseorang datang kepada orang yang shaleh dan meminta untuk dido’akan, itu bukan sesuatu yang aneh. Bahkan merupakan sunah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.

(al-Habib Noval bin Muhammad Alaydrus, dalam buku beliau “Mana Dalilnya 1”)