ustadzuna al-Habib Noval bin Muhammad Alaydrus (Solo) |
Pertama,
dalam shahih Bukhari diceritakan pada hari Jum’at, ketika Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam berdiri menyampaikan khutbah, tiba-tiba datang
seorang lelaki lewat pintu mesjid yang menghadap ke Mimbar. Ia tepat berdiri di
hadapan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan berkata, “Duhai
Rasulullah, hewan-hewan, ternak-ternak telah binasa, dan jalan-jalan terputus.
Berdo’alah kepada Allah agar IA menurunkan hujan kepada kita semua.” Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam mengangkat kedua tangan beliau dan berdo’a, “Ya Allah
berilah kami hujan.” Do’a Rasulpun terkabul, hujan turun selama seminggu
sehingga lelaki tersebut datang kembali dan meminta Rasul untuk berdo’a agar
hujan berhenti.
Saudaraku,
bukankah Allah subhanahu wa taala Maha Mendengar, dan Maha Mengabulkan do’a
setiap Muslim yang memohon kepada-Nya. Lalu mengapa lelaki tersebut tidak
berdo’a sendiri? Dan mengapa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak
berkata, “Mintalah kepada Allah secara langsung, tidak perlu meminta
pertolonganku.” Sebab lelaki tersebut menyadari dirinya yang penuh kekurangan.
Ia sadar bahwa dirinya belum memenuhi semua syarat terkabulnya do’a. Ia pun
mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan meminta beliau shallallahu
alaihi wa sallam untu mendo’akannya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
tidak menolak permohonannya, sebab,
sudah menjadi tanggung jawab setiap Muslim, terutama pemimpinnya untuk
menolong saudaranya sesama Muslim dengan segenap kemampuan yang diberikan oleh
Allah subhanahu wa taala kepadanya. Inilah yang disebut dengan istighatsah.
Kedua,
imam Bukhari dan ahli hadis lainnya meriwayatkan bahwa sayidina Abu Hurairah
radhiyallahu ‘anhu pernah mengeluhkan daya ingatnya kepada Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau datang menemui Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam dan berkata, “Duhai Rasulullah, aku banyak mendengar darimu, akan
tetapi aku tidak mampu mengingatnya. Aku ingin mengingatnya dan tidak melupakan
apa yang aku dengar darimu.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian
berkata kepadanya, “Bentangkanlah selendamu.” Sayyidina Abu Hurairah
radhiyallahu ‘anhu segera membentangkan selendang beliau sesuai perintah Rasul
shallallahu alaihi wa sallam. Setelah itu tampak Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam mengambil sesuatu dari udara dengan kedua tangan beliau shallallahu
‘alaihi wa sallam dan melemparkannya ke dalam selendang itu seraya berkata,
“peluklah selendang itu. Setelah memeluk selendang itu, sayidina Abu Hurairah
tidak pernah lagi melupakan Hadis yang beliau dengar dari Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Lihatlah
dalam Hadis di atas jelas disebutkan bahwa
sayidina Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu meminta Rasulullah shallallahu
alaihi wa sallam untuk memperkuat daya ingat beliau. Beliau shallallahu ‘alaihi
wa sallam tidak menentangnya dan tidak menuduhnya telah berbuat syirik. Mengapa
demikian? Sebab, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengetahui bahwa setiap
Muslim yang meminta sesuatu kepada seseorang yang memiliki kedudukan di sisi
Allah tidak pernah memintanya(meminta orang yang dekat dengan Allah subhanahu
wa taala) untuk menciptakan sesuatu
tersebut. Ia hanya meminta (orang yang dekat dengan Allah subhanahu wa taala )
untuk berdo’a kepada Allah, selebihnya ia (orang yang meminta pertolongan)
berserah diri dengan keputusan dan ketentuan Allah. Ia yakin bahwa orang yang
ia mintai pertolongan tersebut tidak bisa berbuat apa-apa. Allah lah yang Maha
Kuasa.
Ketiga,
dalam al-Mu’jamul Kabir imam Thabrani meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:
إذا
أضل أحدكم شيئا أو أراد أحدكم عونا وهو بأرض ليس بها أنيس فليقل يا عباد الله أعينوني
يا عباد الله أعينوني فإن لله عبادا لا نراهم
“Jika
salah seorang di antara kalian menghilangkan sesuatu, atau menginginkan
pertolongan, sedangkan ia berada di tempat yang tidak ada teman di sana, maka
hendaknya dia mengucapkan, ‘Wahai hamba-hamba Allah tolonglah aku. Wahai
hamba-hamba Allah, tolonglah aku.’ Sesungguhnya Allah memiliki beberapa hamba
yang tidak kita lihat.” (HR: Thabrani).
Dalam tiga
Hadis di atas dengan jelas dinyatakan bahwa kita boleh meminta tolong kepada
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam maupun hamba Allah lainnya. Karena itu,
jika seseorang datang kepada orang yang shaleh dan meminta untuk dido’akan, itu
bukan sesuatu yang aneh. Bahkan merupakan sunah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi
wa sallam.
(al-Habib
Noval bin Muhammad Alaydrus, dalam buku beliau “Mana Dalilnya 1”)