Bid’ah do’a i’tidal
Dalam hadits yang diriwayatkan oleh
imam Bukhari, Muslim, Ahmad, dan perawi lainnya disebutkan bahwa Rifa’ah bin
Rafi’ berkata: “Pada suatu hari kami shalat berjamaah bersama Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ketika beliau bangkit dari rukuk dan mengucapkan
:
سمع الله لمن حمده
“Allah
Maha Mendengar orang yang memuji-Nya.” Salah seorang yang berada di belakang
beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam (makmum) mengucapkan
ربنا ولك
الحمد حمدا كثيراطيبا مباركا فيه
“Duhai Tuhan kami,
segala puji hanya bagi-Mu, pujian yang banyak, indah, dan diberkati.”
Setelah selsesai
menunaikan shalat, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Siapakah yang
mengucapkan kalimat tadi?”
“Saya” Jawab lelaki
tersebut.
Maka Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda
رأيت بضعة وثلاثين ملكا
يبتدرونها أيهم يكتبها أول
“Aku melihat lebih dari
tiga puluh malaikat berebut untuk menjadi yang pertama mencatat pahalanya.” (HR
Bukhari)
Ketika menjelaskan
hadits ini, Ibnu Hajar al-Asqalani radhiyallahu ‘anhu berkata:
واستدل به
على جواز إحداث ذكر فى الصلاة غير مأثور إذا كان غير مخالف للمأثور, وعلى جواز رفع
الصوت بالذكر ما لم يشوش على من معه
Hadits ini menjadi dalil
diperbolehkannya di dalam shalat berkreasi membuat dzikir yang tidak diajarkan
(oleh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam), selama dzikir tersebut tidak
bertentangan dengan yang diajarkan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam. Di samping
itu, hadits di atas menjadi dalil bolehnya seseorang berdzikir dengan suara
keras selama tidak mengganggu orang yang bersamanya.”
Sumber dari buku “Ahlul Bid’ah
Hasanah I karya al-Habib Noval bin Muhammad al-Aydrus (Solo).”