Kamis, 12 September 2013

Berbagai bentuk do’a tawassul




Karena wasilah (perantara) yang dapat digunakan untuk bertawassul sangat banyak, maka bentuk tawassulpun beraneka ragam. Secara garis besar dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:

1.      Tawassul dengan amal shaleh sendiri
2.      Tawassul dengan amal shaleh orang lain.

Para ulama sepakat bahwa tawassul dengan amal shaleh sendiri seperti shalat, membaca al-Qur’an, sedekah, dan lain sebagainya adalah bagian dari ajaran Islam. Dalilnya adalah cerita tiga orang yang terjebak di dalam gua. Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh sayyiduna Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhu pada zaman dahulu ada tiga lelaki berjalan kaki. Tidak lama kemudian turunlah hujan. Mereka berteduh di dalam gua di sebuah gunung. Ketika mereka masih berada di dalam gua, tiba-tiba ada batu besar yang jatuh sehingga menutup pintu gua. Merekapun terkurung dan tidak dapat keluar. Sebagina di antara mereka berkata kepada yang lain, “Cobalah berdo’a kepada Allah subhanahu wa taala dengan amal shaleh yang pernah kalian lakukan.” Salah seorang di antara mereka berdo’a, “Ya Allah, dahlu aku mempunyai orang tua yang lanjut usia. Setiap hari aku menggembala kambing dan sepulangku darinya segera kuperahkan susu kambing dan kuberikan kepada mereka. Setelah mereka meminumnya, barulah kuberikan kepada anak, isteri, dan seluruh anggota keluargaku. Pada suatu hari aku pergi mencari nafkah hingga larut malam. Ketika tiba di rumah, kuperahkan susu untuk mereka, tetapi ayah dan ibuku sudah tidur. Aku tidak tega untuk membangunkan mereka. Kutunggu mereka di depan pintu kamar sambil memegang segelas susu di tanganku. Pada saat itu anak-anakku menangis dengan suara keras, merengek-rengek meminta susu yang kubawa, namun aku tidak memberinya. Sebab, aku tidak akan memberikan susu itu kepada orang lain sebelum kedua orang tuaku meminumnya.  Keadaan ini terus berlaku hingga waktu subuh. Pada saat itu, barulah kedua orang tuaku bangun dan meminum susu yang kubawa. Ya Allah jika apa yang aku lakukan ini menurut-Mu tulus karena mengharap keridhaan-Mu, maka berilah kami jalan keluar dari kesulitan yang kami hadapi ini.” Batu besar itupun bergeser sedikit, tetapi mereka belum bisa keluar.

Orang kedua berkata,”Ya Allah, Engkau Maha Mengetahui, dulu aku pernah jatuh cinta dengan putri pamanku. Aku sangat menginginkannya, tetapi ia menolakku. Pada suatu hari, ketika ia sangat membutuhkan harta untuk menyambung hidup, kuberi ia 120 dinar dengan syarat dia tidak menolak perlakuanku terhadapnya. Syarat itupun ia terima. Ketika aku benar-benar menguasai dirinya, tiba-tiba ia berkata, ‘Haram bagimu membuka stempel kecuali dengan cara yang benar’ (maksudnya, lelaki itu tidak boleh berhubungan intim dengannya sebelum sah menjadi suami). Ketika kudengar ucapannya itu, segera kutinggalkan dirinya, dan akupun terhindar dari dosa. Padahal dia adalah wanita yang paling kucintai. Disamping itu, uang dinar yang telah aku berikan kepadanya tidak aku tarik kembali. Ya Allah, jika kulakukan ini tulus mengharap ridha-Mu, maka berilah kami jalan keluar dari kesulitan yang kami hadapi saat ini.” Batu besar itu kembali bergeser, tetapi mereka belum bisa keluar.

Sedangkan orang ketiga berkata, “Ya Allah, aku memiliki banyak karyawan. Gaji mereka selalu kubayar. Suatu ketika, salah seorang karyawanku tidak mengambil gajinya. Akhirnya, kujadikan gajihnya tersebut sebagai modal kerja hinga berkembang menjadi banyak. Setelah beberapa lama ia datang menemuiku, dan berkata, “wahai hamba Allah, bayarlah gajiku.”

“Semua onta, sapi, kambing, dan budak yang kau lihat ini adalah gajimu.” Jawabku.
“Hai hamba Allah, jangan mempermainkanku.” Jawabnya.
“Aku tidak mempermainkanmu.”
Ia kemudian mengambil semua harta kekayaan itu dan tidak menyisakannya sedikitpun untukku. Ya Allah jika yang aku lakukan ini tulus untuk mencari keridhaan-Mu, maka berilah kami jalan dari kesulitan ini.”

Batu besar itupun bergeser dan mereka dapat keluar. (HR. Bukhari Muslim)

Berdasarkan hadis di atas, para ulama sepakat bahwa bertawassul dengan amal shaleh dapat dilakukan.


Selanjutnya, tawassul dengan orang lain.

Wallahu a’lam

Sumber: Mana dalilnya 1, karya al-Habib Noval/Novel bin Muhammad Alaydrus, Taman ilmu, Solo, hal. 114-116.