Ketika baginda Rasulullah SAW sakit sepulang dari Haji Wada’,
muncullah tiga orang pendusta yang mengaku sabagai nabi. Mereka adalah al-Aswad
al-Ansi di Yaman, Musailamah al-Kadzab di Yamamah, dan Thulaihah al-Asadi di
bani Asad. Mereka menyatakan diri mereka sebagai nabi yang diutus kepada
kaumnya sebagaimana Nabi Muhammad SAW. al-Aswad al-Ansi adalah seorang lelaki
yang sebelumnya berprofesi sebagai dukun. Dia berperwakan gempal, bertubuh
kuat, dan fasih berpidato. Dia memiliki kemampuan menghipnotis pikiran orang
serta piawai mengambil hati siapa saja yang diajak bicara. Tatkala tampil di
depan orang banyak, dia menggunakan penutup wajah. Dalam setiap pidatonya, dia
mengaku didatangi malaikat yang menyampaikan wahyu dan memberitahukan hal-hal
gaib kepadanya.
Tentu saja, semua ini hanyalah tipu muslihatnya saja. Dia
sebenarnya menyebarkan mata-mata di sejumlah tempat untuk mengorek informasi
mengenai prilaku banyak orang dan mengendus rahasia-rahasia mereka. Mata-mata
ini kemudian memberikan laporan secara teratur dan bertahap kepadanya. Nah,
bermodal laporan itu al-Aswad bersikap seperti seorang yang sakti. Dia kerap
menebak permasalahan orang sebelum yang bersangkutan mengutarakannya. Tipuan
ini berhasil dan pengakuannya sebagai nabi mendapat sambutan dari sebagian kaum
Muslimin yang lemah imannya. Ketika itu Yaman diperintah oleh para al-Abna,
yakni anak-anak Orang Persia yang berhijrah ke Yaman dan menikahi wanita Arab.
Pemimpin mereka bernama Fairuz ad-Dailami, seorang sahabat yang memiliki
kesetiaan luar biasa terhadap Baginda Nabi Muhammad SAW.
Orang-orang yang pertama menerima dakwah si nabi palsu
al-Aswad adalah Bani Mudhij yang masih terhitung satu kaum dengannya. al-Aswad
membangun kekuatan militer, berhasil menaklukan Shanaa dan membunuh gubernurnya
yang bernama Syahr bin Badzan. Dari Shanaa al-Aswad lalu mengarahkan armadanya
ke Hadramaut, Thaif, Bahrain, al-Ahsa, dan Aden hingga ke lima wilayah tersebut
dikuaisainya dalam rentang waktu yang singkat........
Kabar pembangkangan al-Aswad akhirnya sampai kepada baginda
Rasulullah SAW. beliau merespon ini dengan mengirimkan surat kepada orang-orang
shaleh di Yaman yang menjadi muslim diangkatan pertama. Dalam surat yang dibawa
sepuluh sahabat pilihan itu, Nabi Muhammad SAW mengajak kaum muslimin
menghadapi fitnah al-Aswad dengan iman dan ketegasan. Kaum al-Abna langsung
menanggapai titah Nabi Muhammad SAW dengan sangat serius, tidak terkecuali
Fairuz ad-Daelami yang menceritakan kisahnya sendiri sebagai berikut.
Aku dan semua orang dari kalangan al-Abna tidak pernah
menyangsikan agama Allah SWT sedikit pun. Pengakuan al-Aswad sama sekali tidak
kami gubris. Kami selalu mencari kesempatan untuk menyerangnya. Ketika kami
bersama kaum mukminin menerima surat dari Baginda Rasul SAW kami pun mempererat
kekompakan antara kami. Kami membagi tugas di wilayah masing-masing dalam
menghadapi al-Aswad bersama antek-anteknya.
al-Aswad tampak kian pongah dengan keberhasilannya menghimpun
massa. Dia menyombongkan dirinya di hadapan panglimanya yang bernama Qais bin
Abdu Yaghuts. Ketika sikapnya terhadap Qais sudah mulai berubah, hal ini
meresahkan Qais. Panglima itu mulai merasa tidak aman dengan tipu daya al-Aswad
dan khawatir suatu saat akan disingkirkan.
Dalam situasi seperti itu, aku bersama sepupuku berencana
menemui Qais. Kami perlihatkan kepadanya surat Baginda Rasul SAW dan
mengajaknya bergabung untuk membunuh al-Aswad. Seperti kuduga, Qais langsung
menyambut ajakan kami. Dia menjelaskan kelemahan-kelemahan rahasia-rahasia
al-Aswad kepada kami. Kami bertiga bertekad untuk menumpas al-Aswad dari dalam,
sementara kawan-kawan kami yang lain melakukannya dari luar. Aku juga mengajak
sepupuku Adzad, wanita malang yang dinikahi al-Aswad setelah suaminya Syahr bin
Badzan dibunuh.
Suatu kali aku datang ke istana al-Aswad. Aku menemui Adzad
dan mengutarakan maksud kedatanganku. “Membantu kalian dalam hal apa?” tanya
Adzad kepadaku. “mengeluarkan al-Aswad dari istananya.” Jawabku. “Jangan,
sebaiknya kita membunuhnya saja.” Kata Adzad..........
“Demi Allah, memang itulah yang aku maksud, akan tetapi aku
ragu untukmenyampaikannya langsung kepadamu.” Adzad kemudian berkata,” Demi
Allah yang mengutus Baginda Nabi Muhammad SAW sebagai penyampai berita gembira
dan peringatan, aku tidak pernah ragu akan agamaku. Sesungguhnya lelaki itu
adalah makhluk yang paling aku benci. Dia adalah lelaki pendosa, tak pernah
menunaikan hak dan dan senantiasa melakukan kemungkaran.”
“Terus bagaimana cara membunuhnya?” tanyaku. “Dia sangant
hati-hati dan selalu waspada terhadap kemungkinan-kemungkinan buruk yang akan
menimpanya. Tidak ada satu tempatpun di istana ini yang tidak dijaga kecuali
satu kamar yang agak jauh dari sini yang tidak berpenghuni. Bagian belakang
kamar itu terhubung dengan kamar ini dan itu. Jika malam tiba, buatlah galian
untuk menembus kamar itu. Aku akan sediakan senjata dan lampu di kamar itu.”
“Namun membuat galian yang dapat menembus kamar itu bukanlah
suatu pekerjaan yang mudah,” sanggahku. “Bisa saja seseorang lewat lalu
berteriak memanggil penjaga. Bila begitu, rencana kita pasti gagal.”
“Besok sebaiknya kamu mengirim orang kepercayaanmu untuk
menyamar sebagai kuli bangunan. Aku akan memintanya untuk menggali dari dalam
sehingga yang tersisa hanyaah sedikit jarak dan kalian bisa menyelesaikannya di
malam hari dari luar istana,” terang Adzad. “ide cemerlang.” Aku memuji rencana
sepupuku itu. Kemudian aku pun pergi untuk menyampaikan rencana rahasia itu
kepada dua karibku. Mereka setuju dan kami langsung menyiapkan segala
sesuatunya. Kami juga mengutarakan rencan kami tersebut kepada orang-orang yang
sepaham dengan kami dan meminta mereka untuk bersiap-siap. Kami sepakat akan
berkumpul besok pada waktu fajar.
Ketika malam tiba, aku bersama dua sahabatku bergerak ke
tempat galian. Kami membukanya dengan sedikit usaha lalu merangkak di dalamnya
menuju istana. Sesampainya di kamar yang dituju kami mendapati senjata dan
lampu penerangan sudah tersedia di sana. Kami merayap memasuki istana dan
bertemu sepupuku yang telah berdiri di depan pintu. Dia memberitahu letak kamar
al-Aswad dengan sebuah isyarat. Aku menyelinap ke kamar si durhaka itu dan
kulihat dia sedang tidur sembar mendengkur.
Tanpa ragu aku pun segera menebaskan pisau keras-keras ke
lehernya. Dia berteriak seperti sapi jantan yang disembelih. Tubuhnya
bergerak-gerak sebelum akhirnya tidak bergerak lagi selamanya. Para penjaga
yang mendengar teriakan al-Aswad menghampiri kamar al-Aswad “apa yang terjadi
tanya mereka?”. Sepupuku menghadang mereka menjawab, “kembalilah kalian semua
dengan tenang, nabi kalian sedang menerima wahyu.”
Kami tetap bersembunyi di dalam istana menanti datangnya
pagi. Begitu fajar menyingsing, aku berdiri di dinding istana yang tinggi lalu
aku berseru “Allahu akbar, Allahu akbar” aku terus mengumandangkan azan dan
berseru “Aku bersaksi bahwa tiada ilah yang berhak disembah kecuali Allah dan
aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah. Aku bersaksi bahwa al-Aswad
adalah pembual besar.”
Azan itu adalah kode bagi kaum muslimin agar segera
melancarkan serangan. Benar saja, tak lama kemudian pasukan muslimin langsung
menyerbu istana dari segala penjuru. Para penjaga istana panik dan terjadilah
pertempuran di pagi buta. Di tengah situasi gaduh itu, dari atas istana aku
melempar kepala al-Aswad. Mental pasukan aliran sesat itu langsung turun ketika
melihat pemimpin mereka tewas. Kaum muslimin berhasil meringkus mereka semua
sebelum matahari terbit di ufuk timur.
Ketika siang tiba, kami mengirim surat kepada Baginda Nabi
SAW untuk menyampaikan berita kematian al-Aswad. Sayangnya, sewaktu sampai di
Madinah para pembawa surat telah mendapati Sang Nabi SAW telah berpulang ke
hadirat Allah SWT. Akan tetapi mereka merasa lega setelah mengetahui bahwa Baginda
Sang Nabi SAW telah mendapat kabar kematian al-Aswad melalui wahyu. Kepada para
sahabat beliau bersabda,”Malam tadi al-Aswad al-Ansi telah dibunuh. Seorang
lelaki yang diberkahi telah membunuhnya. Dia dari keluarga yang diberkahi
pula.”
“Siapakah dia yaa Rasulallah?” tanya para sahabat. “Fairuz”
jawab beliau.
Sumber Majalah Cahaya Nabawiy Pasuruan edisi no 101