Selasa, 27 Agustus 2013

Menumpas Nabi Gadungan





Ketika baginda Rasulullah SAW sakit sepulang dari Haji Wada’, muncullah tiga orang pendusta yang mengaku sabagai nabi. Mereka adalah al-Aswad al-Ansi di Yaman, Musailamah al-Kadzab di Yamamah, dan Thulaihah al-Asadi di bani Asad. Mereka menyatakan diri mereka sebagai nabi yang diutus kepada kaumnya sebagaimana Nabi Muhammad SAW. al-Aswad al-Ansi adalah seorang lelaki yang sebelumnya berprofesi sebagai dukun. Dia berperwakan gempal, bertubuh kuat, dan fasih berpidato. Dia memiliki kemampuan menghipnotis pikiran orang serta piawai mengambil hati siapa saja yang diajak bicara. Tatkala tampil di depan orang banyak, dia menggunakan penutup wajah. Dalam setiap pidatonya, dia mengaku didatangi malaikat yang menyampaikan wahyu dan memberitahukan hal-hal gaib kepadanya.

Tentu saja, semua ini hanyalah tipu muslihatnya saja. Dia sebenarnya menyebarkan mata-mata di sejumlah tempat untuk mengorek informasi mengenai prilaku banyak orang dan mengendus rahasia-rahasia mereka. Mata-mata ini kemudian memberikan laporan secara teratur dan bertahap kepadanya. Nah, bermodal laporan itu al-Aswad bersikap seperti seorang yang sakti. Dia kerap menebak permasalahan orang sebelum yang bersangkutan mengutarakannya. Tipuan ini berhasil dan pengakuannya sebagai nabi mendapat sambutan dari sebagian kaum Muslimin yang lemah imannya. Ketika itu Yaman diperintah oleh para al-Abna, yakni anak-anak Orang Persia yang berhijrah ke Yaman dan menikahi wanita Arab. Pemimpin mereka bernama Fairuz ad-Dailami, seorang sahabat yang memiliki kesetiaan luar biasa terhadap Baginda Nabi Muhammad SAW.

Orang-orang yang pertama menerima dakwah si nabi palsu al-Aswad adalah Bani Mudhij yang masih terhitung satu kaum dengannya. al-Aswad membangun kekuatan militer, berhasil menaklukan Shanaa dan membunuh gubernurnya yang bernama Syahr bin Badzan. Dari Shanaa al-Aswad lalu mengarahkan armadanya ke Hadramaut, Thaif, Bahrain, al-Ahsa, dan Aden hingga ke lima wilayah tersebut dikuaisainya dalam rentang waktu yang singkat........

Kabar pembangkangan al-Aswad akhirnya sampai kepada baginda Rasulullah SAW. beliau merespon ini dengan mengirimkan surat kepada orang-orang shaleh di Yaman yang menjadi muslim diangkatan pertama. Dalam surat yang dibawa sepuluh sahabat pilihan itu, Nabi Muhammad SAW mengajak kaum muslimin menghadapi fitnah al-Aswad dengan iman dan ketegasan. Kaum al-Abna langsung menanggapai titah Nabi Muhammad SAW dengan sangat serius, tidak terkecuali Fairuz ad-Daelami yang menceritakan kisahnya sendiri sebagai berikut.

Aku dan semua orang dari kalangan al-Abna tidak pernah menyangsikan agama Allah SWT sedikit pun. Pengakuan al-Aswad sama sekali tidak kami gubris. Kami selalu mencari kesempatan untuk menyerangnya. Ketika kami bersama kaum mukminin menerima surat dari Baginda Rasul SAW kami pun mempererat kekompakan antara kami. Kami membagi tugas di wilayah masing-masing dalam menghadapi al-Aswad bersama antek-anteknya.

al-Aswad tampak kian pongah dengan keberhasilannya menghimpun massa. Dia menyombongkan dirinya di hadapan panglimanya yang bernama Qais bin Abdu Yaghuts. Ketika sikapnya terhadap Qais sudah mulai berubah, hal ini meresahkan Qais. Panglima itu mulai merasa tidak aman dengan tipu daya al-Aswad dan khawatir suatu saat akan disingkirkan.

Dalam situasi seperti itu, aku bersama sepupuku berencana menemui Qais. Kami perlihatkan kepadanya surat Baginda Rasul SAW dan mengajaknya bergabung untuk membunuh al-Aswad. Seperti kuduga, Qais langsung menyambut ajakan kami. Dia menjelaskan kelemahan-kelemahan rahasia-rahasia al-Aswad kepada kami. Kami bertiga bertekad untuk menumpas al-Aswad dari dalam, sementara kawan-kawan kami yang lain melakukannya dari luar. Aku juga mengajak sepupuku Adzad, wanita malang yang dinikahi al-Aswad setelah suaminya Syahr bin Badzan dibunuh.

Suatu kali aku datang ke istana al-Aswad. Aku menemui Adzad dan mengutarakan maksud kedatanganku. “Membantu kalian dalam hal apa?” tanya Adzad kepadaku. “mengeluarkan al-Aswad dari istananya.” Jawabku. “Jangan, sebaiknya kita membunuhnya saja.” Kata Adzad..........


“Demi Allah, memang itulah yang aku maksud, akan tetapi aku ragu untukmenyampaikannya langsung kepadamu.” Adzad kemudian berkata,” Demi Allah yang mengutus Baginda Nabi Muhammad SAW sebagai penyampai berita gembira dan peringatan, aku tidak pernah ragu akan agamaku. Sesungguhnya lelaki itu adalah makhluk yang paling aku benci. Dia adalah lelaki pendosa, tak pernah menunaikan hak dan dan senantiasa melakukan kemungkaran.”

“Terus bagaimana cara membunuhnya?” tanyaku. “Dia sangant hati-hati dan selalu waspada terhadap kemungkinan-kemungkinan buruk yang akan menimpanya. Tidak ada satu tempatpun di istana ini yang tidak dijaga kecuali satu kamar yang agak jauh dari sini yang tidak berpenghuni. Bagian belakang kamar itu terhubung dengan kamar ini dan itu. Jika malam tiba, buatlah galian untuk menembus kamar itu. Aku akan sediakan senjata dan lampu di kamar itu.”

“Namun membuat galian yang dapat menembus kamar itu bukanlah suatu pekerjaan yang mudah,” sanggahku. “Bisa saja seseorang lewat lalu berteriak memanggil penjaga. Bila begitu, rencana kita pasti gagal.”

“Besok sebaiknya kamu mengirim orang kepercayaanmu untuk menyamar sebagai kuli bangunan. Aku akan memintanya untuk menggali dari dalam sehingga yang tersisa hanyaah sedikit jarak dan kalian bisa menyelesaikannya di malam hari dari luar istana,” terang Adzad. “ide cemerlang.” Aku memuji rencana sepupuku itu. Kemudian aku pun pergi untuk menyampaikan rencana rahasia itu kepada dua karibku. Mereka setuju dan kami langsung menyiapkan segala sesuatunya. Kami juga mengutarakan rencan kami tersebut kepada orang-orang yang sepaham dengan kami dan meminta mereka untuk bersiap-siap. Kami sepakat akan berkumpul besok pada waktu fajar.

Ketika malam tiba, aku bersama dua sahabatku bergerak ke tempat galian. Kami membukanya dengan sedikit usaha lalu merangkak di dalamnya menuju istana. Sesampainya di kamar yang dituju kami mendapati senjata dan lampu penerangan sudah tersedia di sana. Kami merayap memasuki istana dan bertemu sepupuku yang telah berdiri di depan pintu. Dia memberitahu letak kamar al-Aswad dengan sebuah isyarat. Aku menyelinap ke kamar si durhaka itu dan kulihat dia sedang tidur sembar mendengkur.

Tanpa ragu aku pun segera menebaskan pisau keras-keras ke lehernya. Dia berteriak seperti sapi jantan yang disembelih. Tubuhnya bergerak-gerak sebelum akhirnya tidak bergerak lagi selamanya. Para penjaga yang mendengar teriakan al-Aswad menghampiri kamar al-Aswad “apa yang terjadi tanya mereka?”. Sepupuku menghadang mereka menjawab, “kembalilah kalian semua dengan tenang, nabi kalian sedang menerima wahyu.”

Kami tetap bersembunyi di dalam istana menanti datangnya pagi. Begitu fajar menyingsing, aku berdiri di dinding istana yang tinggi lalu aku berseru “Allahu akbar, Allahu akbar” aku terus mengumandangkan azan dan berseru “Aku bersaksi bahwa tiada ilah yang berhak disembah kecuali Allah dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah. Aku bersaksi bahwa al-Aswad adalah pembual besar.”

Azan itu adalah kode bagi kaum muslimin agar segera melancarkan serangan. Benar saja, tak lama kemudian pasukan muslimin langsung menyerbu istana dari segala penjuru. Para penjaga istana panik dan terjadilah pertempuran di pagi buta. Di tengah situasi gaduh itu, dari atas istana aku melempar kepala al-Aswad. Mental pasukan aliran sesat itu langsung turun ketika melihat pemimpin mereka tewas. Kaum muslimin berhasil meringkus mereka semua sebelum matahari terbit di ufuk timur.

Ketika siang tiba, kami mengirim surat kepada Baginda Nabi SAW untuk menyampaikan berita kematian al-Aswad. Sayangnya, sewaktu sampai di Madinah para pembawa surat telah mendapati Sang Nabi SAW telah berpulang ke hadirat Allah SWT. Akan tetapi mereka merasa lega setelah mengetahui bahwa Baginda Sang Nabi SAW telah mendapat kabar kematian al-Aswad melalui wahyu. Kepada para sahabat beliau bersabda,”Malam tadi al-Aswad al-Ansi telah dibunuh. Seorang lelaki yang diberkahi telah membunuhnya. Dia dari keluarga yang diberkahi pula.”

“Siapakah dia yaa Rasulallah?” tanya para sahabat. “Fairuz” jawab beliau.

Sumber Majalah Cahaya Nabawiy Pasuruan edisi no 101