Perlu
diketahui bahwa seorang mukmin tidak boleh menyimpan sifat murka dalam hatinya.
Hal ini disebutkan dalam firman Allah swt yang artinya “Ketika orang-orang kafir
menanamkan dalam hati mereka kesombongan (yaitu) kesombongan jahiliyah lalu
Allah menurunkan ketenangan kepada Rasul-Nya, dan kepada orang-orang mukmin.” (QS
al-Fath: 26)
Firman
Allah swt di atas mengisyaratkan bahwa Allah swt mencela sikap buruk
orang-orang kafir terhadap Baginda Rasulullah saw dan umatnya. Mereka
menyombongkan dirinya sehingga mereka berani murka demi membela kebatilan.
Tetapi Allah swt menguji orang-orang beriman, karena sikap mereka yang bersabar
ketika menghadapi tantangan dari orang-orang kafir, sehingga Allah swt memberi
ketenangan kepada orang-orang yang beriman.
Abu
Hurairah ra mriwayatkan sebuah riwayat bahwa ada seseorang berkata: “Wahai
Rasulullah, ajarkan kepadaku yang sedikit tetapi pahalanya besar.” Kemudian
beliau saw bersabda: “Janganlah engkau suka marah.” Kemudian ia bertanya
lagi: “Apalagi ya Rasulullah?” jawab beliau saw: Janganlah engkau
suka marah.” (HR Bukhari nomor 6116).
Sayyidina
Ibnu Umar ra berkata: “Aku pernah berkata kepada Rasulullah saw ‘Katakanlah
kepadaku sebuah ucapan yang tidak banyak kalimatnya, agar aku dapat selalu
mengingatnya.’” Kemudian beliau saw bersabda: “Janganlah engkau suka
marah.” Maka aku mengulangi pertanyaanku lagi dan beliau saw berkata: “Janganlah
engkau suka marah.” (HR Ahmad, hadis nomor 15964)
Diriwayatkan
dari sayyidina Abdullah bin Amru ibn Ash ra bahwa ia pernah bertanya kepada
Baginda Raulullah saw, “Apakah yang dapat menyelamatkan diriku dari murka
Allah ya Rasulullah?” lalu beliau saw bersabda, “Janganlah engkau suka
marah.”(HR Ahmad hadis nomor 6635 dan al-Baihaqi hadis nomor 8281).
Sayyidina
Ibnu Mas’ud ra meriwayatkan bahwa Baginda Nabi Muhammad saw bertanya: “Siapakah
orang yang kuat?” Para sahabat menjawab, “Orang yang kuat adalah orang
yang tidak dapat dibanting oleh orang lain.” Baginda Nabi Muhammad saw
tersenyum dan berkata: “Bukan itu yang termasuk orang yang kuat, namun orang
yang kuat adalah orang yang dapat menahan dirinya ketika ia marah.” (HR
Muslim, hadis nomor 2608)
Baginda
Nabi Muhammad saw bersabda yang artinya: Sesungguhnya orang yang kuat
bukanlah orang yang dapat membanting orang lain, tetapi orang yang kuat adalah
orang yang mampu mengendalikan nafsunya ketika ia sedang marah.” (HR
Bukhari hadis nomor 6114 dan Muslim hadis nomor 2609).
Selain
itu, Baginda Nabi Muhammad saw juga bersabda yang artinya, “Siapapun yang
dapat mencegah kemarahannya, maka Allah akan menutupi kekurangannya.” (HR.
Ibnu Abiddunya hadis nomor 36 dan al-Haitami dalam musnadnya juz 8, halaman
121)
Sulaiman
bin Daud ra, pernah berkata, “Wahai puteraku, janganlah engkau suka marah,
karena suka marah dapat menyebabkan orang bersabar menganggapmu remeh.”
Al-Hasan
ra berkata: “Wahai Anak Adam, setiap kali engkau marah dan engkau akan
berbuat kekerasan, sehingga engkau akan berakhir dalam kobaran api neraka.”
Dzil
Qarnain ra berkata, “Janganlah engkau marah, karena setan lebih mampu untuk
menggoda anak Adam ketika ia sedang marah. Sebaiknya engkau menahan diri ketika
engkau marah dan menenangkan hatimu dengan kasih sayang kepada orang lain.”
Sayyidina
Ja’far ash-Shadiq bin Muhammad al-Baqir berkata: “Kemurkaan adalah pemicu
segala keburukan.”
Salah
seorang sahabat Anshar berkata: “Orang yang bodoh adalah orang yang suka
marah. Tidak menjawab ucapan orang yang menyakiti adalah sebagai jawaban bagi
yang bodoh.”
Pernah
dikatakan kepada orang bijak: “Alangkah pandainya orang yang dapat menahan
dirinya ketika ia marah. Kalau begitu janganlah sampai ia dikalahkan oleh hawa
nafsunya, jangan sampai ia dibanting oleh nafsunya dan jangan sampai dikalahkan
oleh kemarahannya.”
Dikatakan
bahwa, kemarahan dapat merusak keimanan sebagaimana jadam dapat merusak
manisnya madu.
Sayyidina
Ibnu Mas’ud ra berkata: “Lihatlah kesabaran seseorang ketika ia sedang
marah, dan kejujuran seseorang ketika rakus. Untuk mengetahui orang itu suka
bersabar adalah seseorang yang tidak pernah marah dan untuk mengetahui orang
yang jujur adalah seseorang yang tidak pernah rakus.”
(Catatan)
Tulisan ini diambil
dari buku 3 sifat tercela terjemahan dari kitab al-Qabas an-Nuur al-Mubiin
min Ihya Ulumuddin karya al- ‘Allamah al-Habib Umar bin Muhammad bin Salim
bin Hafidzh. Diterjemahkan oleh ust. Yunus bin Ali al-Muhdhor. Halaman 2-6. Penerbit Cahaya Ilmu Surabaya, 2012.