Senin, 30 September 2013

Akhir Kehidupan

Ga akan pernah bisa lupa kata2 beliau ini :
Namun Tujuan itu hanya satu yaitu saat berjumpa dengan rabbul'alamin, berakhir semua apa yg kita lewati dari kehidupan dunia, kepada tujuan tunggalnya, yaitu berjumpa dengan allah..

Ingatlah akan datang suatu saat bibir kita tidak bisa lg bergetar menyebut nama allah, di saat itu kita di turunkan dalam kubur kita & wajah kita di buka & wajah kita di ciumkan ke tembok kubur kita, lalu kita di kuburkan & di tinggal oleh semua kerabat,
di saat itu tidak ada kekasih, di saat itu tidak ada jabatan, di saat itu tidak ada harta, di saat itu lah kita sendiri

Tidak Ada Kebaikan Dalam Amal Yang Tidak Dibarengi Ihsan


Habib Taufiq bin Abdul Qadir Assegaf

 Download via youtube

http://www.youtube.com/watch?v=dHME1mH80EU

Ceramah al-Habib Taufiq bin Abdul Qadir Assegaf di haul Tuan Guru K.H Muhammad Syarwani Abdan di Bangil tahun 2007



Habib Taufiq bin Abdul Qadir Assegaf




Rekaman dari Majalah Cahaya Nabawiy Pasuruan


Download MP3

Sabtu, 28 September 2013

Raja Tubba’



Raja Tubba’ melakukan perjalana dari Yaman ke berbagai negeri ditemani 400 orang ulama. Setiapkali memasuki suatu negeri, rakyat negeri itu selalu mengelu-elukan dan memuliakannya. Suatu ketika sampailah ia ke kota Makkah al-Musyarrafah. Tak seperti penduduk negeri lainnya, warga Mekkah tidak memberikan sambutan yang hangat.  Sikap ini membuat raja Tubba’ heran.

Pengajian ar-Raudhah (SOLO)

ustadzuna al-Habib Noval bin Muhammad Alaydrus (SOLO)


 Pengajian ar-Raudhah (Solo-Jawa Tengah) kemarin malam  bersama ustadzuna al-Habib Noval bin Muhammad Alaydrus

File audio format amr

Tiada perantara antara Allah dengan hamba

 

Download MP3 ceramah al-Habib Munzir bin  Fuad al-Musawa


Kamis, 26 September 2013

Istighatasah (memohon pertolongan) dengan yang hidup

ustadzuna al-Habib Noval bin Muhammad Alaydrus (Solo)




Pertama, dalam shahih Bukhari diceritakan pada hari Jum’at, ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berdiri menyampaikan khutbah, tiba-tiba datang seorang lelaki lewat pintu mesjid yang menghadap ke Mimbar. Ia tepat berdiri di hadapan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan berkata, “Duhai Rasulullah, hewan-hewan, ternak-ternak telah binasa, dan jalan-jalan terputus. Berdo’alah kepada Allah agar IA menurunkan hujan kepada kita semua.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengangkat kedua tangan beliau dan berdo’a, “Ya Allah berilah kami hujan.” Do’a Rasulpun terkabul, hujan turun selama seminggu sehingga lelaki tersebut datang kembali dan meminta Rasul untuk berdo’a agar hujan berhenti.

Saudaraku, bukankah Allah subhanahu wa taala Maha Mendengar, dan Maha Mengabulkan do’a setiap Muslim yang memohon kepada-Nya. Lalu mengapa lelaki tersebut tidak berdo’a sendiri? Dan mengapa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak berkata, “Mintalah kepada Allah secara langsung, tidak perlu meminta pertolonganku.” Sebab lelaki tersebut menyadari dirinya yang penuh kekurangan. Ia sadar bahwa dirinya belum memenuhi semua syarat terkabulnya do’a. Ia pun mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan meminta beliau shallallahu alaihi wa sallam untu mendo’akannya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak menolak permohonannya, sebab,  sudah menjadi tanggung jawab setiap Muslim, terutama pemimpinnya untuk menolong saudaranya sesama Muslim dengan segenap kemampuan yang diberikan oleh Allah subhanahu wa taala kepadanya. Inilah yang disebut dengan istighatsah.

Selasa, 24 September 2013

Bunga Melati


Siapapun tertipu, oleh dunia dan nafsu
Tak beriman berilmu, lacurlah sudah tentu

Akhir matinya sesat, dosanya sangat berat
Allah dan Malaikat, sangat murka melaknat

Ruhnya waktu dicabut, sebagai benang kusut
Susah payah merengut, baru menyesal takut

Pintu siksa terbuka, tempat orang durhaka
Sombong bersuka-suka, lepas nafsu merdeka

Malaikat penyiksa, siap untuk menyiksa
Dengan gagah perkasa, tiap detik dan masa

Pun Neraka Jahannam, berkobar siang malam
Menunggu dan mengancam, siksaan sangat kejam

Saat itu melihat, nasib dirinya sesat
Buah yang diperbuat, balasan amal jahat

Rantai palu yang besar, menyala dan berkobar
Kelabang serta ular, sangat dahsyat dan besar

Berkata Malaikat, engkau ahli maksiat
Tak ibadah tak taat, engkau lupa akhirat

Aku diutus Tuhan, untuk beri siksaan
Pada orang melawan, bantah perintah Tuhan

Allah Yang Maha Suci, tidak engkau syukuri
Islam agama murni, tidak engkau hormati

Lama hidup di dunia, sehat afiat jaya
Mewah bersuka ria, asyik berfoya-foya

Engkau sudahlah terang, bukan hewan binatang
Tak sujud tak sembahyang, kau kerja yang dilarang

Arak minuman keras, dipandang baik pantas
Bercampur kua bebas, tak malu sungguh puas

Aurat anggota badan, rela jadi tontonan
Sengaja kau bukakan, terlihat sepanjang jalan

Lupakan hari nanti, yang engkau sudah pasti
Akan jumpai mati, hari janji terbukti

Dikutip dari Kitab BUNGA MELATI
Karangan :
Al-Allamah Al-Arif Billah Al-Habib Abdurrahman bin Ahmad Assegaf


copas dari
https://www.facebook.com/PasukanHN/posts/511379895547764

Istighatsah (memohon pertolongan)




Ustadzuna al-Habib Noval bin Muhammad Alaydrus (Solo)
(Oleh: ustadzuna al-Habib Noval bin Muhammad Alaydrus)

Sudah menjadi sunnatullah, bahwa dalam kehidupan ini kita harus saling tolong menolong. Allah tidak pernah melarang hamba-Nya. Hanya saja, Allah mengingatkan seluruh hamba-Nya bahwa hakikatnya hanya DIA (Allah) lah yang dapat memberi pertolongan. Semua ciptaan Allah sama sekali tidak kuasa untuk berbuat sesuatu tanpa izin dari-Nya. Oleh karena itu, sedikitnya 17 kali dalam sehari kita diperintahkan untuk membaca wahyu-Nya yang berbunyi
إيّاك نعبد وإياك نستعين
“Hanya kepada-Mu kami menyembah, hanya kepada-Mu kami memohon pertolongan.”
Ayat ini dibaca berulang-ulang agar kita ingat bahwa pada hakikatnya hanya Allah lah yang dapat memberikan pertolongan. Inilah keyakinan yang harus tertanam kuat dalam hati dan teringat selalu setiapkali meminta tolong kepada seseorang. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إذا سألت فسأل الله وإذا ستعنت فاستعن بالله
“Jika engkau meminta sesuatu, maka memintalah kepada Allah, jika engkau meminta pertolongan, maka mintalah pertolongan kepada Allah.” (HR Tirmidzi, dan Ahmad)

Sayangnya ada sebagian orang yang salah dalam memahami ayat dan hadis di atas dan menganggap orang-orang yang meminta do’a dan pertolongan kepada ulama telah berbuat syirik.

Saudaraku, kita semua meyakini bahwa hanya Allah lah yang dapat menolong kita. Hanya DIA lah yang dapat memberi manfaat dan mencegah keburukan. Itulah keyakinan semua umat Islam. Tetapi apakah dengan demikian apakah kita tidak boleh meminta pertolongan kepada makhluk yang DIA beri keistimewaan? Padahal Allah telah mewahyukan
و تعاون على البر والتقوى
“Dan tolong menolonglah kalian dalam kebaikan dan ketaqwaan.”(al-Maidah 5:2)
Di samping itu juga banyak Hadis yang mengajarkan kita agar saling tolong menolong
والله فى عون العبد ما كان العبد فى عون أخيه
“Dan sesungguhnya Allah akan selalu menolong hamba-Nya selama dia masih menolong saudaranya.” (HR Muslim, Tirmidzi, Abu Dawud,  Ibnu Majah, dan Ahmad)

Saudarakau, yang Maha Memberikan Pertolongan hanya Allah, akan tetapi Allah menurunkan pertolongan tersebut dengan dua cara, yaitu secara langsung atau dengan sebab tertentu. Sebagai contoh adalah seseorang yang sakit, kita semua mengetahui bahwa yang Maha Menyembuhkan hanya Allah. Akan tetapi,  untuk memperoleh kesembuhan tersebut kita dianjurkan untuk meminta pertolongan dokter atau tenaga ahli lainnya.

Wallahu a’lam.

Senin, 23 September 2013

Tawassul sayidina ‘Umar radhiyallahu 'anhu dengan sayidina ‘Abbas radhiyallahu 'anhu





Dalam shahih Bukhari, Anas bin Malik Radhiyallahu ‘anhu menceritakan bahwa dahulu jika musim paceklik, sayidina  ‘Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu meminta hujan dengan bertawassul kepada sayidina ‘Abbas bin ‘Abdul Muthalib. Sayidina ‘Umar berkata dalam do’anya
أللهمّ إنا كنا نتوسل إليك بنبينا فتسقينا وإنا نتوسل إليك بعم نبينا فاسقنا
“Ya Allah, sesungguhnya dahulu ketika berdo’a kepada-Mu kami bertawassul dengan Nabi-Mu, Engkaupun menurunkan hujan kepada kami. Dan sekarang kami berdo’a kepada-Mu dengan bertawassul dengan paman Nabi kami, maka berilah kami hujan.” (HR Bukhari)

Tidak lama setelah itu, Allah menurunkan hujan kepada mereka semua.
Di atas disebutkan dengan jelas bahwa sayidina ‘Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu bertawassul dengan sayidina ‘Abbas radhiyallahu ‘anhu paman Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ada sebagian yang menggunakan atsar ini sebagai dalil bahwa tawassul dengan orang yang sudah meninggal tidak boleh, sebab sayyidina ‘Umar bertawassul dengan sayidina ‘Abbas yang masih hidup. Pendapat seperti ini tidak tepat, sebab dalam kenyataannya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam  mencontohkan kepada kita bertawassul kepada yang hidup maupun yang sudah meninggal. Begitu pula para sahabat radhiyallahu ‘anhum lainnya sebagaimana diceritakan tentang seorang tuna netra di zaman kekhalifahan sayidina ‘Usman radhiyallahu ‘anhu. Lalu apa maksud tawassul sayidina ‘Umar radhiyallahu ‘anhu dengan sayidina ‘Abbas radhiyallahu ‘anhu yang masih hidup? Tujuan beliau adalah untuk mengajarkan dan mencontohkan kepada semua sahabat, bahwa tawassul dengan selain Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam boleh dan dapat dilakukan. Beliau radhiyallahu ‘anhu menunjuk sayidina ‘Abbas radhiyallahu ‘anhu karena kedekatan sayidina ‘Abbas radhiyallahu ‘anhu dengan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sayidina ‘Abbas radhiyallahu ‘anhu merupakan paman Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, ahli bait Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Kesimpulannya,  tawassul merupakan salah satu bentuk do’a. Beberapa Hadis yang telah lalu disebutkan  membuktikan bahwa tawassul dengan amal shaleh sendiri dan dengan orang lain yang masih hidup maupun yang sudah meninggal, merupakan bagian ajaran Islam. Oleh karena itu, mari kita berhati-hati dan tidak menuduh seorang muslim telah berbuat syirik hanya karena bertawassul dengan mereka yang telah meninggal dunia.

(Sumber ustadzuna al-Habib Noval bin Muhammad Alaydrus)

Minggu, 22 September 2013

Tawassul para sahabat radhiyallahu 'anhum dengan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam





Dalam sunan Tirmidzi disebutkan bahwa Usman bin Hunaif radhiyallahu anhu berkata, “ada seorang lelaki tuna netra datang menemui Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan meminta beliau untuk mendo’akannya agar dapat melihat kembali. Pada saat itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan dua pilihan kepadanya, yaitu dido’akan sembuh atau bersabar dengan kebutaannya tersebut. Lelaki tersebut minta didoakan agar dapat melihat kembali. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyuruhnya untuk berwudu dan berdoa
 " اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ وَأَتَوَجَّهُ إِلَيْكَ بِنَبِيِّكَ، مُحَمَّدٍ نَبِيِّ الرَّحْمَةِ، إِنِّي تَوَجَّهْتُ بِكَ إِلَى رَبِّي فِي حَاجَتِي هَذِهِ لِتُقْضَى لِيَ، اللَّهُمَّ فَشَفِّعْهُ فِيَّ ".
Ya Allah sesungguhnya aku memohon dan berdo’a kepada-Mu dengan (bertawassul dengan) Nabi-Mu Muhammad, Nabi yang penuh kasih sayang. (Duhai Rasul) Sesungguhnya aku telah bertawajjuh kepada Tuhanku dengan (bertawassul)-mu agar hajatku terkabul. Ya Allah terimalah syafaat beliau untukku.” (HR Tirmidzi, dan Abu Dawud).

Imam Tirmidzi menyatakan Hadis ini sebagai Hadis Hasan Shahih. Imam Hakim dan adz-Dzahabi juga menyatakan Hadis ini sebagai Hadis Shahih.

Saudaraku, dalam hadis di atas Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan kita bertawassul dengan beliau. Tawassul seperti ini tidak hanya berlaku ketika beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam masih hidup, akan tetapi juga berlaku setelah beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam wafat. Buktinya sejumlah sahabat menggunakan tawassul ini sepeninggal Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Bahkan mereka radhiyallahu ‘anhum mengajarkannya kepada orang lain. Ketika menyebutkan Hadis di atas, Imam at-Thabrani bahwa ada seorang lelaki yang sering mengunjungi khalifah ‘Usman bin ‘Affan radhiyallahu ‘anhu untuk menyampaikan kepentingannya. Tetapi khalifah ‘Usman bin ‘Affan tidak sempat memperhatikannya. Ketika bertemu Usman bin Hunaif, lelaki itu menceritakan masalah yang ia hadapi. Usman bin Hunaif kemudian memerintahkan lelaki itu untuk berwudu, mengerjakan shalat du rakaat di Mesjid, membaca doa di bawah ini dan kemudian mendatanginya untuk diajak pergi menemui sayidina ‘Usman. Inilah doanya:
"اللهم إني أسألك وأتوجه إليك بنبينا محمد، صلى الله عليه وسلم، نبي الرحمة يا محمد إني أتوجه بك إلى ربي جلّ و عزّ فيقضي لي حاجتي"
“ Ya Allah, sesungguhnya aku memohon dan bertawajjuh kepada-Mu dengan (bertawassul dengan) Nabi kami Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, Nabi yang penuh kasih. Duhai Muhammad, sesungguhnya dengan bertwassul denganmu aku bertawajjuh kepada Allah Tuhanmu dan Tuhanku yang Maha Agung, dan Maha Mulia agar Ia (Allah taala) mewujudkan hajatku.”

Setelah melaksanakan saran Usman bin Hunaif, lelaki itu menemui khalifah Usman bin Affan. Sesampainya di depan pintu, penjaga menyambutnya, membawanya masuk dan menggandeng tangannya. Sayyidina Usman mendudukkannya di permadani tipis di dekatnya kemudian bertanya kepadanya, “apa hajatmu?” setelah lelaki itu menyebutkan semua hajatnya, sayyidina Usman radhiyallahu ‘anhu pun memenuhi permintaannya. Kemudian beliau radhiyallahu ‘anhu berkata “Kenapa baru sekarang engkau sampaikan hajatmu?” Setiap kali engkau memerlukan sesuatu, segeralah datang kemari.”

Ketika meninggalkan kediaman sayidina ‘Usman ra, lelaki itu bertemu dengan ‘Usman bin Hunaif radhiyallahu ‘anhu.

“Semoga Allah taala membalas kebaikanmu. Sebelum engkau menceritakan perihalku kepadanya, beliau tidak pernah memperhatikan hajatku maupun memandangku.” Kata lelaki tersebut kepada ‘Usman bin Hunaif.

“Demi Allah, aku tidak mengatakan apa-apa kepada beliau radhiyallahu ‘anhu. Hanya saja aku pernah seorang lelaki tuna netra datang menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengeluhkan kebutuhannya (sampai akhir cerita seperti yang di atas).

Saudaraku, cerita di atas membuktikan bahwa para sahabat juga bertawassul dengan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sepeninggal beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Sumber: Ustdazuna al-Habib Noval bin Muhammad Alaydrus, Solo, dalam buku beliau Mana Dalilnya 1.


Rabu, 18 September 2013

Tawassul Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan seluruh Nabi.




Ketika ibunda sayyidina ‘Ali bin Abi Thalib yang bernama Fatimah binti Asad wafat, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan pakaiannya untuk dijadikan sebagai kain kafan. Kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan Usamah bin Zaid, Abu Ayyub al-Anshari, Umar bin Khattab, dan seorang budak berkulit hitam untuk menggali kubur. Merekapun melaksanakan perintah Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam. Namun ketika hendak menggali liang lahat, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk berhenti. Kemudian dengan kedua tangan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam yang mulia, beliau sendiri yang menggali liang lahat dan membuang tanahnya. Setelah selesai, beliau berbaring di dasar kubur dan kemudian berkata:
الله الذي يحيي ويميت وهو حي لا يموت ، اغفر لأمي فاطمة بنت أسد ، ولقنها حجتها ، ووسع عليها مدخلها ، بحق نبيك والأنبياء الذين من قبلي فإنك أرحم الراحمين
“Allah adalah yang Maha Menghidupkan dan Maha Mematikan, Dia Maha Hidup dan tidak akan mati. Ampunilah ibuku Fatimah binti Asad bimbinglah dia untuk mengucapkan hujjahnya serta luaskanlah kuburnya dengan hak(kemuliaan) Nabi-Mu dan para Nabi sebelumku. Karena sesungguhnya Engkau Maha Pengasih dari semua yang berjiwa kasih.”

Setelah itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mensholatkan dan memakamkannya dibantu oleh Abbas, dan Abu Bakr as-Shiddiq. (HR Thabrani).

Menurut al-Hafidzh al-Ghimari, hadis tersebut hadis hasan, sedangkan menurut Ibnu Hibban adalah hadis shahih.

Dalam hadis di atas disebutkan dengan jelas bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan jelas bertawassul dengan diri beliau sendiri, dan para Nabi sebelum beliau, yang semuanya telah meninggal kecuali Nabi Isa alaihissalam.

Sumber:Habib Noval bin Muhammad Alaydrus, dalam buku beliau Mana Dalilnya 1, taman ilmu, Solo, hal 121-122