Selasa, 27 Agustus 2013

Menumpas Nabi Gadungan





Ketika baginda Rasulullah SAW sakit sepulang dari Haji Wada’, muncullah tiga orang pendusta yang mengaku sabagai nabi. Mereka adalah al-Aswad al-Ansi di Yaman, Musailamah al-Kadzab di Yamamah, dan Thulaihah al-Asadi di bani Asad. Mereka menyatakan diri mereka sebagai nabi yang diutus kepada kaumnya sebagaimana Nabi Muhammad SAW. al-Aswad al-Ansi adalah seorang lelaki yang sebelumnya berprofesi sebagai dukun. Dia berperwakan gempal, bertubuh kuat, dan fasih berpidato. Dia memiliki kemampuan menghipnotis pikiran orang serta piawai mengambil hati siapa saja yang diajak bicara. Tatkala tampil di depan orang banyak, dia menggunakan penutup wajah. Dalam setiap pidatonya, dia mengaku didatangi malaikat yang menyampaikan wahyu dan memberitahukan hal-hal gaib kepadanya.

Tentu saja, semua ini hanyalah tipu muslihatnya saja. Dia sebenarnya menyebarkan mata-mata di sejumlah tempat untuk mengorek informasi mengenai prilaku banyak orang dan mengendus rahasia-rahasia mereka. Mata-mata ini kemudian memberikan laporan secara teratur dan bertahap kepadanya. Nah, bermodal laporan itu al-Aswad bersikap seperti seorang yang sakti. Dia kerap menebak permasalahan orang sebelum yang bersangkutan mengutarakannya. Tipuan ini berhasil dan pengakuannya sebagai nabi mendapat sambutan dari sebagian kaum Muslimin yang lemah imannya. Ketika itu Yaman diperintah oleh para al-Abna, yakni anak-anak Orang Persia yang berhijrah ke Yaman dan menikahi wanita Arab. Pemimpin mereka bernama Fairuz ad-Dailami, seorang sahabat yang memiliki kesetiaan luar biasa terhadap Baginda Nabi Muhammad SAW.

Orang-orang yang pertama menerima dakwah si nabi palsu al-Aswad adalah Bani Mudhij yang masih terhitung satu kaum dengannya. al-Aswad membangun kekuatan militer, berhasil menaklukan Shanaa dan membunuh gubernurnya yang bernama Syahr bin Badzan. Dari Shanaa al-Aswad lalu mengarahkan armadanya ke Hadramaut, Thaif, Bahrain, al-Ahsa, dan Aden hingga ke lima wilayah tersebut dikuaisainya dalam rentang waktu yang singkat........

Kabar pembangkangan al-Aswad akhirnya sampai kepada baginda Rasulullah SAW. beliau merespon ini dengan mengirimkan surat kepada orang-orang shaleh di Yaman yang menjadi muslim diangkatan pertama. Dalam surat yang dibawa sepuluh sahabat pilihan itu, Nabi Muhammad SAW mengajak kaum muslimin menghadapi fitnah al-Aswad dengan iman dan ketegasan. Kaum al-Abna langsung menanggapai titah Nabi Muhammad SAW dengan sangat serius, tidak terkecuali Fairuz ad-Daelami yang menceritakan kisahnya sendiri sebagai berikut.

Aku dan semua orang dari kalangan al-Abna tidak pernah menyangsikan agama Allah SWT sedikit pun. Pengakuan al-Aswad sama sekali tidak kami gubris. Kami selalu mencari kesempatan untuk menyerangnya. Ketika kami bersama kaum mukminin menerima surat dari Baginda Rasul SAW kami pun mempererat kekompakan antara kami. Kami membagi tugas di wilayah masing-masing dalam menghadapi al-Aswad bersama antek-anteknya.

al-Aswad tampak kian pongah dengan keberhasilannya menghimpun massa. Dia menyombongkan dirinya di hadapan panglimanya yang bernama Qais bin Abdu Yaghuts. Ketika sikapnya terhadap Qais sudah mulai berubah, hal ini meresahkan Qais. Panglima itu mulai merasa tidak aman dengan tipu daya al-Aswad dan khawatir suatu saat akan disingkirkan.

Dalam situasi seperti itu, aku bersama sepupuku berencana menemui Qais. Kami perlihatkan kepadanya surat Baginda Rasul SAW dan mengajaknya bergabung untuk membunuh al-Aswad. Seperti kuduga, Qais langsung menyambut ajakan kami. Dia menjelaskan kelemahan-kelemahan rahasia-rahasia al-Aswad kepada kami. Kami bertiga bertekad untuk menumpas al-Aswad dari dalam, sementara kawan-kawan kami yang lain melakukannya dari luar. Aku juga mengajak sepupuku Adzad, wanita malang yang dinikahi al-Aswad setelah suaminya Syahr bin Badzan dibunuh.

Suatu kali aku datang ke istana al-Aswad. Aku menemui Adzad dan mengutarakan maksud kedatanganku. “Membantu kalian dalam hal apa?” tanya Adzad kepadaku. “mengeluarkan al-Aswad dari istananya.” Jawabku. “Jangan, sebaiknya kita membunuhnya saja.” Kata Adzad..........


“Demi Allah, memang itulah yang aku maksud, akan tetapi aku ragu untukmenyampaikannya langsung kepadamu.” Adzad kemudian berkata,” Demi Allah yang mengutus Baginda Nabi Muhammad SAW sebagai penyampai berita gembira dan peringatan, aku tidak pernah ragu akan agamaku. Sesungguhnya lelaki itu adalah makhluk yang paling aku benci. Dia adalah lelaki pendosa, tak pernah menunaikan hak dan dan senantiasa melakukan kemungkaran.”

“Terus bagaimana cara membunuhnya?” tanyaku. “Dia sangant hati-hati dan selalu waspada terhadap kemungkinan-kemungkinan buruk yang akan menimpanya. Tidak ada satu tempatpun di istana ini yang tidak dijaga kecuali satu kamar yang agak jauh dari sini yang tidak berpenghuni. Bagian belakang kamar itu terhubung dengan kamar ini dan itu. Jika malam tiba, buatlah galian untuk menembus kamar itu. Aku akan sediakan senjata dan lampu di kamar itu.”

“Namun membuat galian yang dapat menembus kamar itu bukanlah suatu pekerjaan yang mudah,” sanggahku. “Bisa saja seseorang lewat lalu berteriak memanggil penjaga. Bila begitu, rencana kita pasti gagal.”

“Besok sebaiknya kamu mengirim orang kepercayaanmu untuk menyamar sebagai kuli bangunan. Aku akan memintanya untuk menggali dari dalam sehingga yang tersisa hanyaah sedikit jarak dan kalian bisa menyelesaikannya di malam hari dari luar istana,” terang Adzad. “ide cemerlang.” Aku memuji rencana sepupuku itu. Kemudian aku pun pergi untuk menyampaikan rencana rahasia itu kepada dua karibku. Mereka setuju dan kami langsung menyiapkan segala sesuatunya. Kami juga mengutarakan rencan kami tersebut kepada orang-orang yang sepaham dengan kami dan meminta mereka untuk bersiap-siap. Kami sepakat akan berkumpul besok pada waktu fajar.

Ketika malam tiba, aku bersama dua sahabatku bergerak ke tempat galian. Kami membukanya dengan sedikit usaha lalu merangkak di dalamnya menuju istana. Sesampainya di kamar yang dituju kami mendapati senjata dan lampu penerangan sudah tersedia di sana. Kami merayap memasuki istana dan bertemu sepupuku yang telah berdiri di depan pintu. Dia memberitahu letak kamar al-Aswad dengan sebuah isyarat. Aku menyelinap ke kamar si durhaka itu dan kulihat dia sedang tidur sembar mendengkur.

Tanpa ragu aku pun segera menebaskan pisau keras-keras ke lehernya. Dia berteriak seperti sapi jantan yang disembelih. Tubuhnya bergerak-gerak sebelum akhirnya tidak bergerak lagi selamanya. Para penjaga yang mendengar teriakan al-Aswad menghampiri kamar al-Aswad “apa yang terjadi tanya mereka?”. Sepupuku menghadang mereka menjawab, “kembalilah kalian semua dengan tenang, nabi kalian sedang menerima wahyu.”

Kami tetap bersembunyi di dalam istana menanti datangnya pagi. Begitu fajar menyingsing, aku berdiri di dinding istana yang tinggi lalu aku berseru “Allahu akbar, Allahu akbar” aku terus mengumandangkan azan dan berseru “Aku bersaksi bahwa tiada ilah yang berhak disembah kecuali Allah dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah. Aku bersaksi bahwa al-Aswad adalah pembual besar.”

Azan itu adalah kode bagi kaum muslimin agar segera melancarkan serangan. Benar saja, tak lama kemudian pasukan muslimin langsung menyerbu istana dari segala penjuru. Para penjaga istana panik dan terjadilah pertempuran di pagi buta. Di tengah situasi gaduh itu, dari atas istana aku melempar kepala al-Aswad. Mental pasukan aliran sesat itu langsung turun ketika melihat pemimpin mereka tewas. Kaum muslimin berhasil meringkus mereka semua sebelum matahari terbit di ufuk timur.

Ketika siang tiba, kami mengirim surat kepada Baginda Nabi SAW untuk menyampaikan berita kematian al-Aswad. Sayangnya, sewaktu sampai di Madinah para pembawa surat telah mendapati Sang Nabi SAW telah berpulang ke hadirat Allah SWT. Akan tetapi mereka merasa lega setelah mengetahui bahwa Baginda Sang Nabi SAW telah mendapat kabar kematian al-Aswad melalui wahyu. Kepada para sahabat beliau bersabda,”Malam tadi al-Aswad al-Ansi telah dibunuh. Seorang lelaki yang diberkahi telah membunuhnya. Dia dari keluarga yang diberkahi pula.”

“Siapakah dia yaa Rasulallah?” tanya para sahabat. “Fairuz” jawab beliau.

Sumber Majalah Cahaya Nabawiy Pasuruan edisi no 101

Minggu, 25 Agustus 2013

Pentingnya memilah makanan



oleh al-Habib Noval/Novel bin Muhammad al-'Aydrus (Solo)

Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda yang artinya, “Sesungguhnya Allah subhanahu wa taala itu baik dan tidak mau menerima kecuali yang baik. Sesungguhnya Allah subhanahu wa taala itu memerintahkan kepada kaum mukminin seperti yang Dia perintahkan kepada para rasul. Maka Allah subhanahu wa taala berfirman: ‘Wahai para rasul! Makanlah dari (makanan) yang baik-baik, dan kerjakanlah kebajikan’ (QS. al-Mukminun 23: 51) dan Allah subhanahu wa taala berfirman: ‘Wahai orang-orang yang beriman, makanlah dari rejeki yang baik yang Aku berikan pada kalian’ (QS al-Baqarah:172). Kemudian Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam menyingung kisah orang yang bepergian lama, rambutnya kusut, berdebu, dan menengadahkan tangannya ke langit untuk berdo’a, ‘Wahai Rabb-ku, wahai Rabb-ku,’ sementara makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram, dan diberi kecukupan dengan yang haram, bagaimana do’anya akan dikabulkan?”

Hadits yang cukup panjang ini memuat dua wahyu Allah subhanahu wa taala  yang intinya menganjurkan kita agar memilah makanan yang masuk ke dalam tubuh kita. Tak dapat dipungkiri bahwa makanan yang masuk ke dalam tubuh kita mempunyai peran penting dalam membentuk karakter (kepribadian) diri kita. Makanan akan sangat menentukan akankah kita menjadi insan yang dekat dengan Allah taala atau jauh dari-Nya?

Sesungguhnya Allah subhanahu wataala itu baik, mahasuci dari segala kekurangan. Tiada hal yang kurang dari Allah subhanahu wa taala. Segala kesempurnaan terhimpun pada-Nya. Oleh karena itu Allah subhanahu wa taala hanya mau menerima hal-hal yang baik. Hanya ucapan, perbuatan, dan harta derma yang baik yang diterima Allah subhanahu wa taala. Allah subhanahu wa taala berfirman yang artinya: “Kepada-Nyalah terangkat perkataan yang baik dan amal shaleh yang dinaikkan-Nya.....” (QS. Fathir 10).

Ucapan yang terbaik adalah kalimat “La ilaha Ilallah.” Ucapan yang diterima Allah subhanahu wa taala  adalah ucapan yang susunannya bagus serta dilandasi niat yang bagus. Seandainya susunan kalimat yang diucapkan seseorang baik tetapi dilandasi niat yang tidak baik, maka ucapan semisal ini ditolak oleh Allah subhanahu wa taala.

Sholat adalah salah satu misal. Dari ilmu fikih kita tahu bahwa sholat adalah ibadah yang terangkai dari gerakan dan ucapan. Surat al-Fatihah adalah bacaan yang mesti diucapkan dengan lisan dalam sholat. Bacaan ini harus benar-benar disampaikan dengan khusyuk dan tulus kepada Allah subhanahu wa taala. Apabila tidak, maka shalat yang dilaksanakan tidak akan diterima. Dalam salah satu hadits diriwayatkan bahwa apabila seseorang melaksanakan sholat tanpa disertai khusyuk, maka Allah subhanahu wa taala akan melemparkan shalat itu ke wajahnya seperti melemparkan kain usang yang kotor. Bagaimana tidak, Allah subhanahu wa taala  hanya mau menerima hal-hal yang baik. Karena itulah para ulama berkata: “Memperbagus amal itu jauh lebih baik dari pada memperbanyak amal.”

Bagaimanakah agar segala amal dan ucapan kita menjadi bagus dan berkualitas sehingga kelak diterima Allah taala? Mari kita perhatikan firman Allah taala yang artinya: “Wahai para rasul! Makanlah dari (makanan) yang baik-baik, dan kerjakanlah amal shaleh.” (QS. al-Mukminun 23: 51).

Dalam ayat ini Allah subhanahu wa taala memerintahkan kaum mukminin agar mawas diri dalam memilih makanan dan minuman mereka, baru kemudian memerintahkan ketaatan. Mengapa demikian? Para ulama berpendapat bahwa makanan yang halal adalah energi yang menggerakkan manusia untuk berbuat baik. Tanpa makanan yang halal, amal sholeh mustahil ada, bahkan akan ditolak oleh Allah subhanahu wa taala. Sebagian ulama mengungkapkan bahwa apabila seseorang memakan makanan haram, maka selama beberapa hari amal ibadahnya tidak diterima.

Sepenggal khobar atau riwayat sahabat menyebutkan bahwa makanan yang haram bakal menggerakkan manusia untuk  berbuat haram. Begitupun sebaliknya, makanan yang halal akan menggerakkan manusia untuk berbuat yang halal atau ketaatan. Walhasil, bila kita ingin mengetahui haram atau halalnya makanan yang kita makan, maka kita bisa melihat tindak-tanduk kita sehari-hari. Manakah yang lebih dominan atau lebih sering kita lakukan, ketaatan atau maksiat? Inilah yang menjadi tolok ukur rejeki yang telah kita makan.

Terkadang makanan yang haram itu enak dan menggoda selera. Sedangkan makanan yang halal terkadang terasa kurang enak di lidah. Ada baiknya sesekali kita menikmati makanan halal yang enak dengan tujuan menumbuhkan rasa syukur di hati kita. Tak ada larangan bagi kaum muslimin untuk mengkonsumsi (memakan) aneka makanan yang enak selama makanan itu halal. Dalam catatan tarikh (sejarah) banyak diriwayatkan bahwa Baginda Rasul shallallahu alaihi wa sallam menyukai daging paha atas kambing atau unta. Sesekali makan makanan enak memang bisa menerbitkan rasa syukur kepada Allah subhanahu wa taala asalkan masih dalam porsi wajar dan tidak berlebihan. Rasa syukur semacam ini bisa mengalahkan shalat sunnah.

Dahulu Imam Syafi’i rahimahullah dikenal sebagai sosok yang zuhud dan wara’. Beliau hanya makan sedikit saja. Akan tetapi sewaktu bertamu di rumah muridnya, Imam Ahmad bin Hanbal, beliau makan dengan lahap. Ketika ada orang bertanya mengenai sikap beliau yang tidak biasa, beliau menjawab: “Di sini semuanya halal. Aku makan banyak agar kuat beribadah.” Suatu kali guru saya (Habib Anis bin Alwi al-Habsyi) memantau kondisi kaum muslimin yang menghadiri haul. Kala itu mereka tengah asyik menyantap hidangan yang beliau sediakan. Di tengah situasi itu beliau menyaksikan seorang santri yang tidak mau menyentuh makanan sama sekali. Beliau menghampiri santri itu dan bertanya: “Kenapa kamu tidak ikut makan?” santri tadi menjawab: “Maaf bib, saya lagi mujahadah.” Mendengar ucapan itu beliau langsung memberikan teguran: “Mujahadah itu bagus, akan tetapi kamu salah memilih tempat dan waktu. Ada waktunya kita menahan diri dari makan, ada waktunya pula kita mesti makan-makan. Coba perhatikan, di hari Idul Adha kita diharamkan puasa lantaran umat Islam banyak menyembelih kurban. Seandainya kaum muslimin puasa semua, siapa yang akan makan daging kurban?”

Satu hal yang mesti kita lakukan berkaitan dengan kegiatan makan kita adalah meneliti halal atau tidaknya makanan yang kita telan. Jujur saja, sekarang ini kita semua tidak cukup hati-hati meneliti makanan, padahal dampak makanan haram begitu dahsyatnya. Baginda Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda: “Setiap daging yang tumbuh dari makanan yang haram lebih layak dibakar api neraka........” Oleh karena itu, hendaknya kita teliti betul makanan yang masuk ke dalam perut kita. Bila hendak makan di retoran atau rumah makan, ada baiknya kita bertanya mengenai komposisi menu yang tersedia di situ. Seandainya ada kandungan bahan yang haram, maka sebaiknya kita tinggalkan. Tak usah malu untuk menanyakan hal yang sangat penting bagi urusan agama kita. Mari kita ajarkan anak-anak kita untuk meneliti halal atau haramnya suatu makanan. Kita bimbing mereka agar memilih makanan-makanan yang mendapat label halal dari Majelis Ulama Indonesia. Tidak lupa kita nasehati mereka agar senantiasa menjauhi cara-cara yang tidak jujur dalam mencari rejeki. Dengan demikian, kelak mereka akan menjadi insan-insan yang wara’, yang tak mau gegabah dalam makan, minum dan segala aktivitas mereka.

Disalin dari
Majalah Cahaya Nabawiy, edisi 109, Dzulqa’dah 1433 H.

Syair untuk syeikhuna K.H Muhammad Zaini bin Abdul Ghani (Guru Sekumpul)

 
Dengan Bismillah kami mulakan..
Alhamdulillah kami sertakan

Sholawat salam kami haturkan
kepada Nabi,Keluarga,Shohabat ikutkan..

Sekumpul komplek Raudhoh namanya..
kitab dan dzikir,sholawat dibaca..
Terang cahyanya nyinari majlisnya..
tercurah banyak Rahmat Tuhannya..

Sekumpul mengumpul banyak 'Ulama..
kumpul bersama dimajlisnya..
Seorang Guru lautan 'ilmunya..
Syaikhona Zaini mimpin ta'limnya..

Berbagai 'ilmu diajarkannya..
segala 'ilmu fardhu 'ainnya..
Tauhid dan fiqih juga tasawwufnya..
semoga ALLAH balas jasanya..

Duhai Guru AYAH kami..
engkau mendidik bimbing ruh kami..
Engakau lah pewaris Nabi-Nabi..
nyebar luaskan sunnahnya Nabi..

Cahya sekumpul ALLAH masyhurkan..
berbagai 'ilmu Habaib datangan..
Berbagai penjuru dunia datangan..
Mekkah Hadromaut tak ketinggalan..

Seorang 'ulama ALLAH komplitkan..
suaranya merdu wajahnya tampan..
Tinggi badannya indah menawan..
siapa ketemu tunduk dan sopan..

Musholla Raudhoh tempat ajarnya..
bermacam 'ilmu serta wiridnya..
Sebagai 'ulama ikutkan Nabinya..
yang islam padanya amat banyaknya..

Beliau terkenal murah hatinya..
murah hartanya sosial hatinya..
Setiap tamu dan yang muallafnya
diberinya duit dengan kasihnya..

Mesjid Martapura dan pesantrennya..
ikut menaruh celengan 'amalnya..
Hasilnya puas banyak dapatnya..
berkah 'ilmunya berkah Gurunya..

Sekumpul masyhur banyak muridnya..
lebih sepuluh ribu orangnya..
Terlebih-lebih waktu maulidnya..
komplek sekumpul tak memuatnya..

Beliau keturunan Syekh Arsyadnya
Datu kelampayan itu masyhurnya..
Betapa senang hati Datunya..
lihat cucunya dengan suksesnya..

Pengajian sekumpul membawa berkah..
akhirat berkah dunia pun berkah..
Ojek dan taksi beca pun berkah..
inilah majlis pembawa Rahmat..

Beliau 'Ulama bukan 'Umaro..
bahkan 'Umaro datang padanya..
Duduk bersimpuh dengan ta'limnya..
bersih politik melulu agama..

Beliau terkenal kharismatiknya..
pejabat negara bahkan presidennya..
Semuanya datang minta do'anya..
ngambil berkahnya dengar nasehatnya..

Tugas 'Ulama amat beratnya..
bermacami rintangan dihadapinya..
Segala fitnahan dengkian padanya
diterima dengan lapang dadanya..

Hidup didunia jangan herannya..
negrinya bala negrinya fana..
Setiap org cinta padanya..
ada juga org benci padanya..

Rosulullah pun yg paling mulia..
ada yg beriman ada yg kafirnya..
Dari Nabi Adam hingga kiamatnya..
ada yg suka ada yg bencinya..

Sebelum tiba waktu wafatnya..
komplikasi penyakit ALLAH ngujinya..
Hatinya sobar terus berobatnya..
sakit menambah tinggi pangkatnya..

Didalam sakit terus ngajarnya..
seolah penyakit tak dirasanya..
Inilah hamba ALLAH mencintainya..
Tanda ALLAH cinta disakitkannya..

Kini tibalah waktu wafatnya..
rabu malamnya subuh waktunya..
Tanggal 5 bulan Rojabnya..
samping musholla raudhoh makamnya..

Orang yg sholeh banyak tandanya..
terlebih-lebih waktu wafatnya..
Manusia bnyk datang melawatnya..
ALLAH yg gerakkan geretek hatinya..

Guru sekumpul lebih dahsyatnya..
jalanan macet dgn totalnya..
Jalanan penuh dgn manusia..
hadir mensholatkan sampai pemakamannya..

Semua musuh yg dengki padanya..
dihari itu terbelalak matanya..
Lihat manusia begitu banyaknya..
karna ALLAH lah yg Maha Tahunya..

Dipagi rabu hari wafatnya...
seperti kilat masyhur khobarnya..
Langitpun mendung sedih berduka..
hujan gerimis nangis padanya..

Didalam hadits Nabi sabdakan..
munafiklah orang Nabi sifatkan..
Jika tak sedih 'Ulama wafatan..
sejahat manusia Ya ALLAH jauhkan..

Wahai muslimin dan muslimatnya..
paling besar musibah pada agama..
Wafatnya Nabi penutup Rosulnya..
dan wafat 'Ulama penggantinya..

Duhai AYAH Guru Sekumpul..
sungguh do'amu ALLAH qobul..
Engkaulah sebab kami berkumpul..
disini berkumpul di syurga berkumpul..

Kini Engkau telah tiada..
pandanglah kami senantiasa..
Dulu Engkau pernah berkata..
pandangan Guru yang wafat lebih tajamnya..

Namamu terus dikenang-kenang..
semua org cinta dan sayang..
Seorang Guru lucu periang..
pikiran yg kusut menjadi hilang..

Engkau figur yg Nabi gambarkan..
berikan 'ilmu berikan 'amalan..
Pastilah Engkau dikubur nyaman..
terima balasan jaza'ul ihsan..

Sebelum wafat engkau sempatkan..
berikan kami terbaik 'amalan..
Paket 'Al Qur'an yg kau pilihkan..
semoga kami di istiqomahkan..

Ya ALLAH lapangkan Beliau didalam kuburnya..
Turunkan rahmat MUya Robb banyak banyak padanya..
Ciumkan Beliau bau surganya..
Semua dosanya hilang dan sirna..

Ya ALLAH kami pun mohon ampunan..
Dunia akhirat mohon diselamatkan..
Sekeluargaan jiran dan teman..
Husnul khotimah mohon sudahkan..

Panyusun Syair : Guru Hakim Sekumpul Martapura.
disalin ulang  dari  http://rindurasul2.blogspot.com/

Pandangan ulama seputar Hadits “Semua bid’ah adalah sesat”



Hadits yang menjadi acuan utama dalam pembahasan ini adalah hadits yang diriwayatkan oleh seorang sahabat yang bernama Irbadh bin Sariyah. Beberapa ahli hadits, seperti imam Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah, Ibnu Hibban, dan Tirmidzi meriwayatkan hadits tersbut dengan sedikit perbedaan matan (teks hadits).

Berikut terjemahan hadits tersebut
‘Irbâdh bin Sâriyah berkata, “Suatu hari selepas Shalat Subuh, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam memberikan nasehat kepada kami dengan sebuah nasehat yang menyentuh, sehingga air mata berlinang dan hati bergetar. Maka seorang sahabat berkata: “ Duhai Rasulullah, nasehat seperti tadi sepertinya sebuah nasehat perpisahan lantas apa yang engkau amanatkan kepada kami?” Maka Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda yang artinya: “Aku wasiatkan kalian untuk bertakwa kepada Allah, mendengar dan taat (kepada pemimpin) meskipun (yang memimpin kalian) seorang budak Habasyi, sebab sesungguhnya siapapun di antara kalian yang masih hidup (sepeninggalku), maka dia akan melihat perselisihan. Oleh karena itu hendaknya kalian berpegang teguh dengan sunahku dan sunah Khulafâur Râsyidîn yang mendapat petunjuk (dari Allah). Pegang erat sunah tersebut dan gigitlah dengan gigi geraham. Berhati-hatilah kalian terhadap muhdatsâtil umûr (hal-hal baru) karena sesungguhnya semua muhdâts (yang baru) itu bid’ah dan semua bid’ah  adalah sesat.” (HR Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah, Ibnu Hibbân, dan Tirmidzi)

Kalimat terakhir dari sabda Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam di atas inilah yang menjadi dasar sebagian orang untuk mencela amalan para wali-Nya Allah taala. Oleh karena itu, agar tidak terjadi salah pemahaman terhadap ucapan Rasulullah shallahu alaihi wa sallam mari kita simak penjelasan imam Nawawai berikut. Imam Nawawi berkata, sabda Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam “Dan setiap bid’ah adalah sesat” merupakan hadîts yang bersifat ‘âm makhsûsh’. Sedangkan yang dimaksud bid’ah pada hadits di atas adalah sebagian bid’ah.

Para ulama sebagaimana imam Nawawi radhiyallahu anhu sepakat menyatakan  hadits di atas merupakan hadits yang bersifat ‘âm makhsûsh, artinya sesuatu yang bersifat umum akan tetapi keumumamnnya dibatasi oleh beberapa pengecualian. Salah contohnya adalah ucapan Nabi Khidir alaihissalam kepada Nabi Musa ‘alaihissalam untuk menjelaskan kenapa beliau merusak kapal. Allah taala mewahyukan dalam ( surah al-kahfi:79) yang artinya: “adapun bahtera (kapal) itu adalah kepunyaan orang-orang miskin yang bekerja di laut dan aku bertujuan merusak bahtera itu, karena di hadapan mereka ada seorang raja yang merampas semua bahtera.”

Dalam ayat di atas secara jelas nabi Khidir alaihissalam menyatakan alasan beliau merusak kapal tersebut karena di tepi laut sana ada seorang raja yang merampas semua kapal. Jika kata “semua kapal” diartikan secara umum, maka semua jenis kapal apapun jenis keadaannya akan dirampas. Lalu apa manfaatnya kapal itu dirusak? Supaya kapal tersebut tidak dirampas oleh raja tersebut. Inilah yang dimaksud dengan’âm makhsûs. Kata kullu (semua) dalam ayat ini bersifat ‘âm makhsûsh artinya semua akan dirampas akan tetapi dengan pengecualian, yakni kecuali kapal rusak atau kapal yang tidak bagus. Demikian pula kata “semua” yang terdapat dalam hadits di atas memiliki pemahaman bahwa semua bid’ah sesat, kecuali bid’ah yang tidak bertentangan dengan aturan – aturan agama Islam, seperti membaca maulid simtuddurar atau maulid al-habsyi, pembacaan burdah, tahlilan dll, yang semua itu tidak dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam namun tidak bertentangan dengan aturan-aturan agama Islam, dan ini dinamakan dengan bid’ah hasanah (bid’ah yang baik).

Dalam hadits yang diriwayatkan imam Muslim, Nasâi, Ibnu Majah, dari Jâbir bin Abdullâh al-Bajilî radhiyallahu anhu, beliau berkata bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda yang artinya: “Barangsiapa di dalam Islam membuat sebuah sunah (contoh perbuatan yang baik), maka ia memperoleh pahalanya dan pahala orang yang mengamalkan sunah itu setelahnya, tanpa mengurangi pahala mereka sedikitpun. Barangsiapa di dalam Islam membuat sunah yang buruk, maka ia memperoleh dosanya dan dosa orang yang mengamalkan setelahnya, tanpa mengurangi sedikitpun dosa mereka.”

Imam Nawawi radhiyallahu anhu menerangkan bahwa dalam hadits ini terdapat anjuran untuk memberikan contoh awal dalam berbagai kebaikan dan membuat sunah-sunah yang baik dan peringatan untuk tidak membuat hal-hal yang buruk.

Dalam hadits ini terkandung pengecualian atas sabda Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, yang menerangkan bahwa setiap hal-hal yang baru (bid’ah) itu sesat. Yang dimaksud hal-hal yang baru (bid’ah) itu sesat adalah hal-hal yang baru yang bertentangan dengan syariat agama Islam.

Dalam hadits lain yang diriwayatkan  oleh Imam Bukhari Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda: “Barangsiapa membuat sesuatu yang baru dalam masalah (agama) kami yang tidak terdapat di dalamnya, maka dia tertolak. (HR. Bukhari)

“Barangsiapa membuat sesuatu yang baru dalam masalah (agama) kami ini, yang tidak bersumber darinya (agama), maka dia tertolak.” (HR Muslim, Ibnu Majah, dan Ahmad).
“Barangsiapa mengamalkan sebuah amalan yang padanya tidak ada urusan (agama) kami, maka dia tertolak.” (HR. Muslim)

Ketika menjelaskan hadits di atas, Ibnu Rajab radhiyallahu anhu berkata:
Hadits ini secara tekstual (tampak) menunjukkan bahwa semua amal yang tidak ada perintah Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam adalah tertolak, namun secara tersirat (pemahaman) hadits ini menunjukkan bahwa semua amalan yang padanya terdapat perintah Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam baik dalam al-Qur’an maupun hadits-hadits beliau shallallahu alaihi wa sallam adalah diterima.

Al-Hâfidzh ‘Abdullah al-Ghimâri radhiyallahu anhu menjelaskan hadits berikut
“Barangsiapa membuat sesuatu yang baru dalam masalah (agama) kami ini, yang tidak bersumber darinya (agama), maka dia tertolak.” (HR Muslim, Ibnu Majah, dan Ahmad).

Hadits ini merupakan pengecualian bagi hadits semua bid’ah adalah sesat” sekaligus menjelaskan arti bid’ah yang sesat seperti yang tampak dalam hadits di atas. Seandainya semua bid’ah itu sesat maka haditsnya akan berbunyi, “Barangsiapa membuat hal yang baru maka dia tertolak,” tetapi bunyi hadits tersebut  “Barangsiapa membuat sesuatu yang baru dalam masalah (agama) kami ini, yang tidak bersumber darinya (agama), maka dia tertolak.” (HR Muslim, Ibnu Majah, dan Ahmad).
Maka sabda beliau shallallahu alaihi wa sallam ini memberikan pengertian bahwa hal-hal yang baru terbagi menjadi dua:
Pertama: segala hal yang baru yang tidak berasal dari agama dan dia bertentangan dengan kaidah-kaidah dan dalil-dalil agama, inilah yang dinamakan bid’ah yang sesat.
Kedua: segala hal yang baru yang berasal dari agama, yang bersumber dari agama atau diperkuat oleh dalil-dalil yang berasal dari agama, hal baru seperti ini benar dan diterima, inilah yang dinamakan dengan sunnah hasanah/bid’ah hasanah (sesuatu yang baru yang baik).

Wallahu a’lam

Sumber: buku Ahlul bid’ah hasanah jilid 1 karya al-Habib Noval bin Muhammad al-Aydrus (Solo).